Senin, 18 Desember 2017

TOURING KE GUNUNG BROMO



Awal bulan juni 2013 aku mengundurkan dari tempat aku bekerja. Di tahun ke empat aku bekerja di kota industri, kejenuhan, bosan akhirnya memuncak. Emapat tahun dengan aktifitas yang sama, berangkat pagi pulang malem, jarang sekali dapat melihat matahri terbit dan terbenam, akhirnya kesabaran mencapai batasnya juga. Beberapa hari setelah mengundurkan diri, aku merenung hampir satu minggu di kost. Terkadang dalam satu hari hanya tidur-tiduran kemudian malemnya baru makan, dan terkadang dalam satu hari banyak makan, hahaha. Dalam kost sampah makanan berserahkan dengan pakaian yang tegantung dimana-mana, dibalik pintu, di dinding. Sesekali menatap kosong ke langit-langit kemudian memejamkan mata. Dalam satu minggu itu, aku banyak berpikir apa yang harus  lkan setelah mengundurkan diri, apalagi umur sudah tidak muda lagi, bisa dibilang peralihan dari dunia remaja ke dunia dewasa. Hehehe.... umur aku saat itu 22 tahun, tentu sudah di umur-umur segitu banyak sekali pertanyaan dari sana sini. Mulai pertanyaan iseng, candaan atau emang serius.seperti pertanyaan...
            “cewene wong ndi”?
            “kapan undangane bro”?
Terkadang justru orang tua sendiri terutama ibu terkesan menyindir,hehe..
            Ibuku bercerita bahwa kalau pada saat itu dia ditanya oleh ibu dari teman dekatku kapan anakmu bawa cewe ke rumah, terus katanya ibuku membalas “anu lagi sekolah ya dadi urung mikirna cewe”. Hmmmp pertanyaan seperti itu sudah terlalu banyak sampai kebal dengan sendirinya. Hehe..
            Akhirnya dari hasil merenung itu, timbul keinginan untuk berpetualang jauh untuk mencari jawaban-jawaban yang belum terjawab, kembali mengenali diri ini dan ingin mengetahui seberapa lemah atau kuatkah diriku ini. Setelah empat tahun bekerja dengan aktifitas yang sangat monoton setiap hari, dan akhirnya aku mengundurkan diri. Aku menyadari beberapa hal salah satunya, selama ini aku berada di lingkungan yang terlalu nyaman atau terjebak di zona nyaman hingga akhirnya  lupa untuk berebenah diri, mengembangkan diri, belajar hal baru dan lain-lain. Bagaimana tidak nyaman gaji aku sebagai seorang buruh pabrik, gaji aku 2 kali gaji lulusan seorang sarjana fresh graduate, belum lagi ada insentif kehadiran, bonus akhir tahun, family day, tunjangan makan, tunjangan transport, tunjangan kesehatan dan lain-lain. Namun hatiku sudah tak lagi di pabrik,  berpikir jauh ke depan. Beberapa hal yang terjadi di pabrik dan di kehidupan pribadi seolah isyarat. Itu semua akhirnya mengerti kenapa aku harus mengundurkan diri, mungkin ini semua adalah jalan yang sedang ditunjukan oleh Allah SWT.
            Hingga akhirnya aku teringat akan sebuah memori masa lalu, tentang sebuah wallpaper landscape alam yang sangat indah. Ya,, itu adalah gunung bromo, aku bisa tahu gunung bromo karena pada sudut kiri bawah ada sebuah keterangan. Sebagai anak kecil, dulu aku suka melihat gambar-gambar alam dalam waktu lama. Mungkin itulah kenapa sampai sekarang  teringat sampai setua ini. Tempat yang ingin aku kunjungi adalah tempat yang tenang, sunyi, sejuk dengan angin sepoi-sepoi,. Alasan aku memilih tempat itu karena gunung bromo merupakan tempat yang sangat indah di indonesia dan lingkungan sekitarnya juga sangat-sangat indah. Tentu tempat itu adalah tempat yang sangat cocok untuk mencari jawaban, dengan segala pertanyaan yang belum terjawab ini, atau sekadar kembali mengenali akan kebesaran dan keagungan ciptaan Allah SWT, dan juga mengenali diri ini seberapa lemahkah, seberapa kuatkah?.
            Sejak kecil aku memang suka berpetualang bersama teman-teman masa kecil. Di kampung aku memang daerahnya memang perbukitan namun tandus jadi hutanya hanya di tanami pohon pinus.
            Berawal dari situ aku baru gencar mencari informasi-informasi gunung bromo dan rute menuju Gunung Bromo jika menggunakan motor. Dari internet tersebut kemudian aku mengenal sebuah komunitas traveller di facebook. Nama komunitas tersebut adalah solo traveller. Singkat cerita kemudian aku komentar di sebuah postingannya mengenai Gunung Bromo tersebut, tidak lama kemudian mereka langsung membalas komentar. Dari mereka kemudian aku mengetahui rute tercepat jika menggunakan motor. Mereka mengatakan bahwa rute menuju Bromo dari Yogyakarta – Solo – Tawangmangu – Magetan – Madiun – Caruban – Nganjuk – Kertosono – Papar – Pare – Batu – Malang –Nangkojajar – Tosari – Penanjakan Gunung Bromo (Pos pandang), kebetulan mereka adalah komunitas dekat Yogyakarta kalau tepat kota mana aku lupa, mungkin solo dan kebetulan aku orang Kebumen. Jujur dari sini  semakin yakin untuk ke Bromo. Ada satu lagi yang masih kurang yaitu partner atau teman berpetualang.
            Aku menghubungi beberapa teman aku dekat aku, dari mulai teman kos sewaktu STM, rekan kerja. Namun dari semua itu tak ada yang menyanggupi, rata-rata mereka memang tidak bisa atau ada urusan pribadi kebetulan acaranya pas setelah Lebaran, rata-rata mereka masih kecapean setelah mudik dari kota industri (cikarang, karawang, pulogadung). Akhirnya aku teringat salah satu teman aku yang telah lama menganggur karena memang dulu kontrak kerjanya tidak diperpanjang oleh perusahaan, aku pikir pasti dia masih punya banyak waktu dan kebetulan temanku tinggal di Kulonprogo, aku mengirim pesan singkat kepada teman kerja tersebut, temanku itu pun menyanggupi tetapi temanku kemudian menyarankan agar perjalanan ke Gunung Bromo masih dalam rentang suasana balik atau masih ada aroma lebarannya,hehe. Alasan temanku tersebut adalah biar saat itu bila cape bisa tidur di pos polisi, atau di jalan masih ramai tidak terlalu sepi maklum takut ada begal dan juga masih banyak orang jualan makanan di pinggir-pinggir jalan.
            Pada tanggal 12 Agustus 2013 perjalanan ke Bromo pun di mulai. Aku berangkat dari kebumen pukul 05.00 menggunakan motor tiger revo biru tahun 2009, tidak lupa juga membawa bekal makanan dan baju ganti dalam tas ransel hitam. Jam 7 lebih aku sampai di kota Wates, Kulonprogo untuk menjemput teman aku. Kemudian aku disuruh mampir sebentar di rumahnya yang agak di pedesaan, lumayan jauh dari kota Wates. Kurang lebih 1 jam-an sambil prepare dan basa basi di rumah temanku. Jam 8 an perjalanan pun dilanjutkan. Kami cuma menggunakan satu motor saja, biar nanti kalau lelah bisa gantian dan pastinya bisa menghemat dana,hehehe.
            Dari rumah temanku sampai Solo temanku yang membawa motor, jam 11.30 kami mampir di masjid di daerah solo untuk ishoma (istirahat, shalat, dan makan). Jam 12.30 kami melanjutkan perjalanan, dan kini giliran aku yang di depan selanjutnya kami harus melewati kota Tawangmangu. Menuju Tawangmangu kami disuguhi jalan yang berkelok-kelok dan menanjak dengan pemandangan alam yang sangat indah. Lalu tibalah di tanjakan yang cukup curam, lurus dan panjang ditambah jalannya macet karena memang ada beberapa kendaraan roda empat yang tidak kuat. Beberapa polisi yang memang bertugas disitu menggunakan mobil 4 WD (wheel drive)-nya. Namun kemacetan tetap terjadi. Sungguh ini adalah ujian bagi motor koplingan disaat-saat seperti ini, beberapa kali rem, kopling, gas masih lancar. Tapi akhirnya motor aku lelah juga atau memang jokinya abal-abal ya?hmmmmp mungkin. Terpaksa temanku aku suruh turun dan motor pun didorong ke tempat rest area. Seingat aku saat itu pukul 14.00, terpaksa lah kami istirahat sambil menikmati pemandangan di kota Tawangmangu dari kokohnya Gunung Lawu yang menjulang tinggi dan areal pertanian sayur yang sangat indah dan ditambah suasanan yang sejuk, sungguh nyaman kota ini. Namun tetap tujuan kami adalah Gunung Bromo.
            Kurang lebih setengah jam kami menikamati kota Tawangmangu gara-gara motor tidak bisa diajak kompromi. Selanjutnya tujuan kami adalah kota Magetan, kali ini  yang didepan masih aku karena katanya tidak kurang bisa menggunakan motor aku di jalan berkelok-kelok dan naik turun. Menuruni kota Tawangmangu lagi-lagi kami disuguhi pemandangan yang sangat indah, nampak telaga sarangan dan telaga wahyu di kabupaten Magetan. Jam 4 an kami sampai di kota Magetan untuk ishoma.
            Selanjutnya adalah perjalanan dari kota Magetan ke Madiun, kali ini teman aku yang menjadi drivernya. Di sinilah kami agak kebingungan karena banyak sekali jalan satu arah, terkadang salah masuk jalan tapi untung tidak ada polisi yang bertugas, kalau ada pasti sudah kena tilang. Karena jalan lumayan lengang ke Madiun akhirnya kami langsung lanjut ke kota Caruban. Disini pun masih lancar jaya, jadi lumayan buat gas pol. Lagi-lagi harus lanjut, waktu sudah menjelang maghrib tetapi kami harus lanjut sambil mencari masid atau rest area. Di jalur Caruban-Nganjuk lalu lintas mulai padat karena ada pertemuan arus dari kabupaten Sragen dan Ngawi, apalagi ini adalah masih suasan balik lebaran atau para pekerja kembali ke kota lagi dari kampung halaman. Di sini kami harus berjalan ditepi agar bisa jalan resikonya jalan bergelombang dan hampir saja kami terperosok karena ada lubang. Untung saja kami tidak apa-apa, oke itu mungkin pertanda kami untuk istirahat. Akhirnya kami istrihat di rest area terdekat, saat itu jam menunjukan 18.30 an. Di rest area tersebut ramai sekali para pemudik, akhirnya kami gantian untuk shalat dan lainya untuk jaga motor.
            Kami hanya beristirahat sebentar di Nganjuk, karena mengejar waktu agar sampai di Penanjakan, Gunung Bromo sebelum matahari terbit, tentu saja agar bisa menikmati keindahan matahari terbit di penanjakan, Gunung Bromo. Selesai menunaikan ibadah shalat maghrib dan minum, kami langsung tancap gas menuju kota selanjutnya yaitu Kertosono. Menuju Kertosono jalanan agak lengang, jadi bisa tancap gas. Setelah melewati Kertosono kemudian kami mampir di Masjid desa Papar Kabupaten Kediri Sebelum menuju Kota selanjutnya yaitu kota Batu dan Malang. Suhu dingin sudah mulai terasa, di sekitar masjid suasana sudah sepi hanya beberapa motor yang melewati jalan di sekitar masjid. Untuk menenangkan pikiran akhirnya kami shalat ‘isya dulu, kemudian kami jalan lagi sambil cari makanan untuk mengisi perut yang sudah mulai keroncongan. Tidak jauh dari masjid ada tukang nasi goreng, lumayan untuk mengganjal perut yang keroncongan malam ini. Malam semakin larut, suasana di desa itu semakin sepi khas suasana pedesaaan. Ada perasaan ragu untuk melanjutkan perjalanan, namun ini sudah lebih dari setengah perjalanan. Sambil menghambiskan nasi kami berharap akan ada beberapa kendaraan yang menuju kota yang sama biar ada barengan.
            Setelah kami meyakinkan diri dengan adanya beberapa kendaraan yang menuju ke arah yang sama kami pun melanjutkan perjalanan. Benar saja jalanan cukup mencekam dan sepi, kami melewati persawahan hanya beberapa kendaraan saja yang lewat. Suhu dingin mulai menusuk-nusuk tulang, sebentar-sebentar badanku menggigil terhempas angin dari depan akibat laju motor. Jalan menikung, menanjak dan menuruni bukit, kini kami telah memasuki hutan. Sesekali melihat sorot lampu rumah di kejauhan kemudian hilang. Sesekali ada sorot lampu mobil dari arah depan, sungguh tenang ternyata masih ada yang lewat. Tak terasa kami telah sampai kota Batu, namun suasana sudah sangat sepi. Suhu dimalam itu sudah sangat dingin, sampai sampai temanku yang memang kurus itu beberapa kali menggigil sambil bibirnya menggumam. Kami berhenti sebentar sambil menikamati bukit bintang ala kota Batu, Kemudian dia mengeluarkan jacket tambahan, slayer dan minyak gosok untuk menghangatkan tubuhnya. Terpaksa aku yang harus meneruskan menjadi driver sampai penanjakan, karena dia sudah tak kuasa lagi pada suhu kota Batu, Malang.
            Dari kota batu kami seperti menuruni bukit menuju kota Malang. Sebentar saja kami sampai di kota Malang, karena jalanan sudah sangat sepi. Hanya beberapa kali kami menjumpai segrombolan suporter bola di kota Malang. Sempat khawatir kalau-kalau ada bentrokan. Aku melihat jam sudah menunjukan 24.00 dan aku melihat tanki bensin tinggal beberapa strip. Namun kami lebih dipengaruhi perasaan tidak nyaman di kota Malang. Akhirnya kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa Nangkojajar, semoga saja ada SPBU di tempat tujuan selanjutnya. Namun apa yang kami harapkan tidak terjadi, kami tidak menjumpai SPBU atau penjual bensin eceran yang masih buka. Apalagi kami sudah jauh dari kota Malang, kami sudah memasuki daerah pedesaan yang sangat sepi dengan jalan yang terus menanjak. Jarum penunjuk bensin hampir menunjuk garis merah. Kami tidak tahu seberapa jauh lagi Penanjakan gunung Bromo. Jalan yang beraspal halus mulai berganti aspal yang berlubang sana-sini dan jalan masih terus menanjak. Rasa khawatir semakin menjadi-jadi. Entah karena apa....”glekk” tiba-tiba motor mati, terpaksa kemudian aku menuntun dan temen aku mendorong.
            Aku check apakah bensin masih ada. Aku goyang-goyangkan tangki bensin, ternyata masih terdengar suara gemercik suara bensin. Kemudian aku coba selah motor berkali-kali agar bensin bisa mengalir lagi. Akhirnya “nggreng....nggreng” motor hidup lagi. Kami pun berharap semoga dengan bensin yang tersisa masih cukup untuk menuju ke gunung bromo. Jalan semakin menanjak dan aspal berlubang dimana-mana. Suara angin menggoyang-goyang pohon-pohon yang tinggi. Sesekali angin seperti ingin memeluk tubuh kami “wuuussssh”. Jalan semakin menanjak dan menikung, kami semakin khawatir apakah kami tersesat. Kami sudah semakin jauh dari perkampungan terakhir, dan jujur kami tidak tahu sudah berada dimana. Sejauh memandang hanya pohon-pohon yang tinggi. Beberapa kali ada persimpangan kami mengambil arah kiri, asal tahu saja itu cuma asal pilih saja. Kami sudah benar-benar pasrah akan berakhir dimana perjalanan kami. Temanku yang membonceng tidak berkata sepatah kata pun, aku pun merasa dia apakah sudah tidak ada dibelakang aku. Suhu yang dingin menambah rasa ketakutan kami, angin dingin berhembus meliliti bagian tubuh kami. Suasana sungguh sangat hening, aku hanya bergumam dalam hati dan berdoa dan pasrah apapun yang akan terjadi. Tiba-tiba saja aku ingat akan dosa-dosa aku. Tiba-tiba saja aku merasa sangat ingin pulang. Apalah daya aku sudah berjalan jauh, kalau ingin pulang tentu saja aku harus melanjutkan perjalanan ini dengan resiko apapun yang terjadi.
            Kami sudah benar-benar pasrah dan mengikuti jalan yang ada, sama sekali tidak ada kendaraan yang mendahului kami atau kendaraan dari arah berlawanan. Jalanan tiba-tiba menuruni bukit, kemudian suasana hening pecah. Aku menepuk lutut teman aku “bro dalane mudun, semoga bae kie bener” kemudian temanku menyahut  “semoga bae”.
            Kemudian kami seperti melihati kelap kelip lampu dari kejauhan, hati kamu semakin tenang. Semoga saja itu adalah perkampungan. Kami semakin mendekati kelap kelip lampu tersebut dan semakin jelas. Benar saja, kami mendapati gapura pedesaan. Namun masih diselimuti kesunyian dengan suhu yang semakin dingin. Satu demi satu rumah kami lewati belum nampak kesibukan warga, pintu-pintu masih tertutup rapat. Hanya sesekali angin berhembus menyambut kami. Kemudian kami menjumpai segerombolan pemuda yang sedang berkumpul dan menyalakan api unggun. Mereka menggunakan sarung untuk menyelimuti tubuhnya. Kemudian kami menghampiri dan bertanya” mas, apa benar ini menuju gunung bromo? Kemudian salah seorang dari mereka menjawab “benar mas” aku bertanya lagi “masih jauh gak mas dari sini” kemudian dia menjawab “masih mas,kalau mau mas aku antar tapi per orang 25 ribu”. Tanpa pikir panjang karena rasa ketakutan setelah melewati hutan tadi jadi kami mengiyakan jadilah 50 ribu untuk berdua. Kemudian masnya mbleyer motor dan aku mengikuti, sialnya tak jauh hanya beberapa menit saja kami telah sampai gardu tiket masuk Penanjakan gunung bromo, padang pasir dan gunung bromo, kebetulan satu paket. Saat itu harga tiket 23 ribu per orang kalau tidak salah.
            Langsung kami mencari bensin eceran, karena dari gardu tiket masih berjarak lumayan jauh, kurang lebih 30 menitan lah kalau pakai motor. Kami langsung tancap gas menuju penanjakan karena kata petugas tiketnya nanti sebentar lagi ramai. Kami disapa dengan tikungan-tikungan hairpin yang menanjak. Salah perhitungan sedikit saja bisa jatuh ke jurang. Saut-saut rombongan motor dari belakang menyusul, jadilah kami seperti pembalap motogp yang sedang berjuang meraih podium,haha. Sesampainya di pos pandang penanjakan kami langsung memakirkan motor, kemudian cari minuman hangat di warung dan mengisi perut yang keroncongan. Di pos pandang penanjakan ini ada warung kopi, mie rebus, gorengan dan juga ada toilet. Ada juga yang berjualan souvenir. Tak seperti yang aku pikirkan ternyata di puncak ada yang berjualan. Sebentar saja kopi dan mie rebus yang aku pesan langsung dingin, efek suhu yang ekstrim. Langsung saja kami santap dan menuju puncak pos pandang. Ternyata di atas ada deretan tempat duduk, kami memilih tempat duduk terdepan. Hanya baru ada beberapa orang termasuk aku dan temanku. Aku melihat temanku menggigil dengan tubuh kurusnya, begitupun aku. Tubuh besar aku tak mampu menahan rasa dingin. Beberapa kali kami mengobrol sambil menggigil kedinginan. Sambil mengobrol kami menunggu matahari terbit di penanjakan, pegunungan tengger. Pukul 04.30 tempat mulai penuh tidak hanya wisatawan domestik ada juga wisatawan luar negeri.
            Langit gelap mulai memudar, dari gelap berubah kuning emas kegelapan. Warna kuning emas mulai jelas, matahari bergerak perlahan. Para wisatawan bersorak dan bertepuk tangan menyambut matahari terbit. Sungguh sangat indah matahri yang bergerak perlahan. Beberapa orang terdiam dan memandangi, beberapa orang sibuk memotret pemandangan yang tiada dua. Aku terdiam tanpa bisa berkata-kata dengan tetap memandangi keindahan ciptaan Allah SWT. Matahari mulai meninggi aku masih terdiam, kini dengan jelas aku dapat memandangi hamparan padang pasir yang luas dengan gunung bromo dan batok yang berjajar rapi dengan indahnya yang masih berselimut kabut tipis, nampak juga dibelakangnya gunung sumeru yang rajin memuntahkan asap. Tak lupa aku mengabadikan momen indah bersama temanku.
            Sungguh perjalanan yang sangat berkesan, perjalanan yang tak mudah untuk menemukan ciptaan Allah SWT yang sangat indah. Ternyata apa yang saya lihat langsung lebih indah daripada melihat di wallpaper kalender. Dari perjalanan ini aku belajar banyak hal tentang kehidupan ini. Salah satunya adalah ketika kita menginginkan sesuatu, kejarlah walau berat, kejarlah walau susah. Jika berhenti habis sudah, pulang tanpa hasil dan semua langkah menjadi sia-sia.

TONTON SUPERHERO ANAK JAMAN 90-AN - JAMAN OLD